Rima Tanpa Nada : Rama-rama

Rama rama itu hinggap di daun pintu kelasku. Orang orang bilang rama rama yang hinggap di atas pintu berarti kita akan kedatangan tamu, aku sendiri tidak terlalu percaya. Ia tidak lantas terbang ketika kubuka pintunya dengan kasar. Kelas baru saja bubar, kerana hari ini hari pertama di tahun ajaran baru, sekolah hanya berlangsung setengah hari.
Aku berjalan dengan langkah dihentak ke ujung koridor.
" Mukanya gak usah ditekuk mba, masih hari pertama sekolah nih." Ledek Reina yang sudah menunggu di ujung koridor.
" Kenapa, sih?" Tanya Dita simpati.
" Gue jadi bendahara kelas."
" Yaelah, gitu doang gue juga disuruh jadi sekretaris kelas ga gimana gimana." Rei berkata dengan nada sarkas.
" Baleg kunaon sih?" Seriusan ih, kenapa?
" Gue. Sekelas. Sama. Rama." Balasku dengan wajah datar tapi penuh penekanan. Mereka berdua terdiam sejenak sebelum akhirnya berteriak. " Haah?!"
" Heeh. Kaga usah teriak, gue gak tuli."
" Seriusan?"
" Kok bisa?"
" Taulah, tiba tiba namanya muncul di absensi."
" Gak naik kelas dia?" Seru Dita.
" Kayanya sih gitu."
" Kantin yuk, laper." Seru Rei
***
Namanya Rizkia Ramadhan, orang orang manggil dia Rama. Tinggal di daerah Setiabudi. Dia itu biang kerok sekolah, playboy, hobinya telat, bolos, kabur dan sering mampir ke ruang kesiswaan. Katanya dia suka ngerokok bareng komplotannya di kios daerah riau.
Bahkan sebelum hari ini tau namanya ada di absensi, hari hari kebelakang aku selalu mendengar hal negatif tentangnya. Awalnya cuma presepsi dan pendapat, tapi lama lama terdengar seperti fakta yang meyakinkan.
Waktu kelas satu aku seringkali melihat dirinya ngobrol dengan teman temanku, katakanlah mereka adalah kaum kaum borju dan hendonis. Aku yang tidak suka bergaul dengan sembarang orang lebih memilih diam di ambang pintu sambil bermain dengan smartphone dan memperhatikannya dari jarak aman.
Mungkin seandainya angkatan di bawahku tahu dia duduk hanya setingkat lebih tinggi darinya, kelasku bisa saja penuh dengan adik adik kelas yang kecentilan pengen jadi pacarnya. Membayangkan kelasku jadi sorotan banyak mata membuatku muak.
Belasan siswi berseragam SMP akan mengerubungi kelasku, astaga aku benci kerumunan orang.
Aku tahu dia lumayan tampan, tapi sifat dan cerita orang tentang dirinya, semuanya negatif. Ia senang sekali melanggar aturan, ya, rambutnya panjang, baju gak pernah rapi, celana ketat, sepatu ga sesuai aturan, jaket ga pernah lepas, kuping disumpel earphone terus, gimana gak gatel ngeliatnya, pengen rasanya dulu tuh nampar dia terus bilang "Lu tau aturan gak sih, ini sekolah bukan tempat buat ngegaya." Tau tau sekarang dia udah muncul di absensi kelasku. Menyebalkan. Enyalah dirimu.
Kadang ketika mendengar namanya ada dua hal yang muncul dikepalaku, jauhi makhluk ini dan aku penasaran dengan dirinya.
***
" Woy, mie ayamnya buruan dimakan, keburu ngembang tuh." Komentar Rei, orang ini tipenya sarkas, seneng men stereotype, kadang dewasa tapi kadang lebay kalau udah ngebahas perasaan, kata orang sekarang sih baperan kali ya, dia orangnya seneng show off dan gak mau kalah.
" Mikirin apa sih?" Dita, dia orangnya simpatik, childish tapi percaya atau enggak dia juga penggemar teori teori konspirasi, punya fangirl sydrome, hobinya nge fan girl di mana aja yang penting dia puas, Dita kebalikannya dari Salsa, dia cuma nunjukin bakatnya sama orang orang tertentu, kalau ngomong kalau gak kaya orang kumur kumur yaa kaya orang nge rap.
" Deadline." Jawabku sambil menatap mereka nanar. Mereka terdiam lalu kembali mengunyah makanannya.
" Saos pake mie ayamnya cepet abisin heh, jangan ngelamun terus." Dita menatap mangkuk mie ayamku yang nyaris tertutup saus di atasnya.

Seekor rama-rama terbang rendah lalu hinggap di ujung meja. Jangan kau bawa Rama ke dalam hidupku wahai rama-rama, nanti rumit. Kutatap bintang bersayap itu sebentar sebelum aku mengaduk mie ayam kebanjiran saus, sayap sayap kecil itu terbang dibalik silaunya cahaya matahari yang menerobos masuk lewat celah celah kanopi.

~

Komentar

Postingan Populer