Abstrak : One Way or Another



One way or another I'm gonna see you
I'm gonna meet you, meet you, meet you, meet you
One day, maybe next week

Lantunan One Way or Another milik 1Direction menemaniku menunggu kedatangan Arull. Aku masih duduk diam di sini. Melihat orang datang dan pergi. Ada yang mengantar sanak keluarganya pergi, terlihat derai airmata dan isak tangis di antara mereka, sedih. Beberapa tahun silam aku pernah mengalami hal serupa. Keluargaku melepasku untuk berangkat kemari.
Di sini ada pulang yang membawa kertas bertuliskan nama orang yang di cari. Mereka berpelukan, terisak tapi bahagia.
Terakhir aku kemari adalah saat pertamaku menginjakan kaki di London. Heroik rasanya, ber mil mil jauhnya dari rumah tapi rasanya aku hanya pergi selangkah, tak terasa hal hal itu sudah berlalu.
Aku mulai lelah dan sedikitnya haus. Untungnya di sini ada starbuks.
Satu cup hot cappucino akan mmenemaniku. Beberapa waktu belakangan ini aku jarang sekali meng update postinganku di Instagram. Biasanya hampir setiap trip atau kegiatan aku akan membuat post, tapi aku sedikit malas.
Banyak dari mereka yang tidak percaya aku sudah beberapa tahun ini di London, hahaha.
Siapa peduli pula.
Earphone masih menyumpal telingaku, lagu lagu di playlistku membantuku untuk menghabiskan cappucinokun.
Aku masih menunggu, membayangkan bagaimana rupa Arull sekarang juga keluarga kecilnya. Tapi pandanganku tidak luput dari seorang wanita yang duduk di seberangku. She looks so familiar. Have i ever met her before? Seems like. But i'd never know if i dont ask.
Rambutnya sedikit keriting, bekas jerawat menghiasi wajahnya, sebuah earphone putih menyumpal telinganya, ia duduk dengan kakinya disilangkan. Minuman di atas mejanya seakan tak ia hiraukan, hanya terjamah sedikit. Terlihat dari sisa sisa yang menempel pada sedotanya. Wajahnya serius seakan akan ia memakai earphone untuk menghindari dunia, matanya terfokus pada sebuah novel yang dipegang di tanganya. Badanya dibungkukan condong ke arah buku.
Ia mengenakan celana jeans biru muda yang lusuh dan tampaknya sengaja dilipat sampai di bawah lutut. Sebuah kaos putih dengan tulisan United Kingdom di dadanya, dikenakannya. Parka warna hijau tentara diabaikanya di atas meja.
Sebuah koper abu berdiri di bawah meja, boarding pass menghiasi bagian pegangan koper itu. Tak ku sangka ada pula stiker bertuliskan '1D' berwarna merah di ujung kopernya. Lucu sekali.
Aku terus memperhatikanya. Sampai tidak sadar kalau ada pesan masuk di handphone ku.
Arull : Too bad. Perjalananku ke London harus di tunda beberapa jam karena cuaca tidak mendukung
Ifa : Seriously? It's okay. I'll be right back.
Yaah, ga jadi. Sedih emang, tapi yang gimana lagi mana sekarang lagi gonta ganti musimnya pagi cerah siang panas, sore anget malem dingin.
Ifa : Hey az
Lalu hening.
Az : Ya?
Ifa : Lagi di mana lo?
"Gue di sebelah lo dari tadi vegoo" wanita yang duduk di seberangku berkata.
"Jirr, gue kira siapa? Hahaha beda banget lo onta dasar."
"Hahaha lo juga beda, gue sampe juga ragu hahaha."
"Hahaha"
Kami lalu terdiam, sejenak.
"Lo mau ke mana?" Tanya az.
"Dont know, maybe go back to the apartement. Tadinya aku mau jemput temenku, dia lagi tur di eropa. Dia lagi Paris dan otw ke sini, taunya perjalananya delay. Ya udah deh."
"Kasian lo."
"Hahaha, oh ya."
"Apa?"
"Sejaman yang lalu gue ketemu..."
"Sejaman? Satu jaman?" Az (re: ei/zet. Azi) memotong pembicaraanku.
"Okeh, satu jam yang lalu. Gue ketemu si onta di Jubilee Park hahaha"
"Onta yang mana blog, hahaha, you call mostly people with Onta. Hahaha"
"Huehue. Itu looh si Onta yang bolak balik Bandung Jogja wae, saha sih ngarana poho euy. Tah eta si Rahman. Hahaha"
"Seriously? Hahaha. Ngakak."
"Ya serius lah. Hahaha. You know what, he now in relationship with Eris and they have children hahaha"
"Hahaha" we laugh together, like was.
"Eh, lo ke sini pake apaan?"
"Taksi, padahal gue tadinya mau naik sepeda. Biar dramatis gitu, cuma gue tau diri aja. Btw, lo di sini nunggu apa?"
"Gue baru bisa cek in malem, soalnya gue kira bakal delay. Hahaha"
"Oh, lo mau ga mampir dulu ke apartemen gue? Yaa bukan apartemen sih indeed it's a boarding house. I've been there since the first time i was here and this is my last year. Hahaha"
"Hmmm... it sounds great. Boleh deh."
"Ayo ah caw keun"
Kami akhirnya menuju ke kos kosanku atau yaa bilang saja apartemen. Taksi di sekitaran bandara mengantarkan kami ke boarding house ku.
Sebuah bangunan klasik setinggi 10 tingkat menjulang di antara bangunan bangunan bergaya sama. Dinding bata tanpa cat menyambut kami. Pintu kayu putih dengan kusen senada menghadang. Aku membuka pintu.
"Loh kok? Why ? Kenapa ga dikunci?" Azi bertanya.
"Huh? Why? Kenapa harus dikunci? You in UK now, you're not in Indonesia anymore."
"Ya tapi kenapa?"
"Karena yaa tanpa harus dikunci kita tetap aman."
Aku dan Azi mulai menapaki tangga. Di ujung tangga muncul batang hidung seorang dengan wajah pakistan. Yaa khas khas timur tengah gitu deh. Idungnya mancung, tinggi rambutnya aga ikal, putih, ia juga memiliki janggut yang tumbuh tipis.
"Hi, Khan. Where are you going?"
"Oh, i'm going to go to the mosque, nearby. Friday Prayer. Okay dont forget to pray, right."
"Okay Khan, i wouldnt forget. And, ah, this is my old friend. She going to stay here for a while."
"Azi"
"Khan" mereka berdua berjabat tangan.
"Hmm, sorry i'm hurry now hope to talk with you guys longer. Bye. Assalamualaikum."
"Waalaikumssalam"
Kami terus menaiki tangga. Kamarku berada di lantai 3. Di lantai tiga ini ada 5 buah kamar. Dan kamarku adalah yang ke 3. My favorite number.
"Okay, here we go. This is my room. Make yourself comfortable."kataku seraya membuka kunci kamar.
Sebuah kamar yang besar untuk seukuran kos kosan, terhitung mewah untuk seorang mahasiswa. Hahaha.
Kamarku ini bergaya vintage, sebuah ranjang ukuran Queen mendominasi ruangan di sebelah kanan, sebuah kamar mandi berada di sebelah kiri ruangan. Dan di tengah adalah space kosong, meja kerjaku menempel di tembok - mengahadap ke jendela. Tak lupa sebuah pantry kecil kecilan.
"Hahaha, lo enak banget sih jadi mahasiswa di sini. You very lucky."
"Aelah, enak sih tinggalnya masalah makan susah sumpah. Plus biaya hidup di sini mahal abis"
"Hahaha" ia lalu duduk di tepi ranjangku.
Aku pun duduk di meja kerjaku. Sebuah meja kayu dengan ukiran ukiran sederhana mebuatnya terkesan minimalis tapi modern karena mejaku dilengkapi oleh sebuah table lamp yang berbahan stainless steel dengan warna alumunium plus kesan doff, juga sebuah laptop Asus yang ditambah prosesor intel seri i7, hahaha. Tapi favoritku adalah sebuah drawing tab milik Wacom sebesar 8".
Aku hanya termenung, melihat keluar jendela, Azi sibuk dengan smartphonenya- mendengarkan lagu sepertinya.
"Hey, sepertinya aku masih memiliki minuman di kulkas" seruku sambil beranjak dan membuka kulkas. Benar saja, di dalamnya terdapat sekotak jus jeruk. Aku mencari gelas gelas karton. Syukurlah ternyata jus jeruknya masih penuh, hahaha. Aku menuangkan jusnya. Tiba tiba terdengar ketukan pintu. Dan aku langsung membukanya.
"May i come in?" Tanya Khan.
"Sure make your self comfortable." Aku mempersilahkannya masuk, ia lalu duduk di meja kerjaku dan menyapa Azi.
"Hi"
"Hi"
"What did you do in London?"
"Hmm, take a vacation. Hm" jawab Azi. Mereka terus melanjutkan percakapan.
"Hey guys, this for you both." Aku memberikan dua gelas jus jeruk tadi.
"Thanks Fa, i bought some food for you." Ia memberikan sebuah kantong kresek berisi makanan
"Thanks too, Khan"
"Em, i think i have to go now. See you soon guys."
"Bye."
Setelah Khan keluar dari kamarku, aku langsung membuka kresek tadi, Mcd lagi.
"Aah, sudahlah. Makanan siap saji lagi." Aku mengeluarkan sebuah burger dan satu kotak lagi.
"Wait, OMG. My favorite curry, thank you so much Khan."aku berseru.
"Hey, bentar lagi temenin gue ke hotel yak."
"Oke, eh mau burger ga?" Aku menyodorkan burger yang Khan berikan tadi.
"Boleh lah. Kebetulan lapar."
"Hahaha dasar." Aku menaruh kare tadi ke dalam kulkas.
"Eh, sekarang Indonesia gimana sih? Atau Bandung aja Bandung gimana?"
Aku menunggu Azi bercerita.
"Hmm, Bandung? Sekarang? Ya ya ya, sangat sangat lebih baik semenjak kau ke sini. Bandung lebih keren saat lo ga ada. Hahaha"
"Sialan. Kampret. Gue nanya serius"
"Hahaha dasar Dregen. You know sekarang udah ada monorail. Udah gak macet banget. Udah banyak pohon. Udah jarang sampah. Udah ga ada jomblo. Hahaha"
"Wah wah wah, nyindir gue lo." Aku kembali meneguk jus jeruk.
"Balik aja lah lo ke Bandung, biar ga jomblo terus. Hahaha."
"Payah."
"Eh, lo udah dapet kerja belum sekarang?" Tanyaku.
"Hmm... belum, nyokap bokap pengen gue lanjutin kuliah dulu. Bulan depan gue wisuda. Lo gila keren banget, bisa lanjutin kuliah di sini. Hahaha"
"Menurut lo ya, kalau gue bikin usaha sendiri kaya EO atau jadi disainer grafis gitu laku ga ya?"
"Kalau ngeliat sekarang sih bisa jadi. Lo kan punya bakat, punya fasilitas. Coba aja. Urusan gagal bukan masalah."
"Tapi gue juga penasaran buat kerja di media gitu. Bimbang gue."
"Kalem aja, lo tunggu wisuda dulu aja."
"Hahaha, ya gue bingung. Mau balik ke Indonesia atau akan menetap di sini untuk beberapa tahun ke depan."
"Sante bro nikmatin dulu aja, jangan buru buru."
"Iya sih, tapi... ah ga tau ah. Gue di sini dapet penghidupan dari tulisan tulisan gue yang di muat media Indo, atau kadang gue dapet tender motret atau apalah. Dan bagi gue itu udah cukup, apa gue harus balik lagi ke Indonesia?"
"Akan ada saatnya lo mengerti, ilmu yang lo dapet itukan bukan buat lo sendiri tapi buat di bagiin jugakan. Indonesia butuh pemuda macam lo hahaha. Tapi btw, lo kalau mau bertahan di sini its okay, but dont forget to come home."
"Hmm, i think you re right."
"Okelah, anterin gue ke hotel dong sekarang."
"Sipp"
Aku membuka pintu mempersilahkan Azi keluar, tak lupa lampu aku matikan. Klik! Pintu aku kunci. Anak kunci ku jatuh dengan lancar ke dalam saku jaketku. Sejak dulu aku memang penggila jaket. Aku menyetop taksi.
Taksi ini akan mengantarkan kami ke hotel tujuan Azi.
"Eh, oh ya. Gue udah cerita belum sih kalau gue ketemu si Rahman?"
"Dasar pelupa udah kale tadi di taksi pas mau ke apartemen lo. Helah" cibir Azi.
"Lo di sini sampe kapan?"
"Lusa balik."
"Cepet banget lo balik. Gue aja udah mau empat taun masih belum puas hahaha."
"Yekale kalau ada duitnya. Lo yang bayar aja deh biaya hidup gue di sini. Hahaha."
"Weits, ora iso. Huehue"
"Tong loba bacot matakna."
"Keun weh atuh. I'm bored, you know. Hidup gue di sini hitam putih terus, gak ada abu abunya. Huh."
"Ye makanya balik lah ke rumah kali kali. Anak anak baru aja reunian beberapa bulan yang lalu."
"Hmm... I think i regret that i choose to move here. Gue di sini cuma belajar kerja belajar kerja. Gitu aja terus, sampe di london eye ada tukang mijon sama cang cimen."
"Drama abis lo. Ga berubah dari dulu."
"Makasih."
"Sama-sama."
Lalu hening, taksi yang kami tumpangi berhenti di depan lobby sebuah hotel. Tidak terlalu mewah, tapi gue tau hotel ini mahal. Exerior dan interiornya memberikan kesan khas Inggris abad 16. Oke gue ceritanya ngaco.
"Gue duduk di sofa yo." Kataku sambil berjalan ke arah sofa di lobby, sedangkan Azi sedang mengurusi kamarnya.
Banyak orang lalu lalang di sini, aku tidak terlalu suka tempat yang ramai. Tapi untungnya lobby hotel ini tidak ribut seperti di Indonesia. Huh, aku selalu ingat dengan liburanku saat dulu. Saat menunggu cek in di masa libur. Hahaha. Lobby hotel penuh dengan wisatawan, mereka bagaikan burung burung yang hendak migrasi. Banyak. Dan. Berisik. Mereka berkicau terus. Huh.
Di hotel ini ramai tapi tenang. Kebanyakan yang datang adalah orang orang berjas rapi dengan potongan rambut necis. They are businessman.
Aku menyalakan smartphone ku. Mendengarkan lagu. Dan menunggu. Keajaiban atau apalah. Tidak, aku menunggu Azi.

Komentar

Postingan Populer