5 Sahabat 3 Cinta 1 Dunia Part 2
“ Lex, kira kira mereka
bertiga nyampe gak ya?” tanyaku pada lexa
“ Wah, keterlaluan banget
kalau sampe gak ketemu “
Seketika terdengar suara
pagar di buka, ternyata itu mereka. Ketiganya segera berlari ke arah saung.
“ Amboi, lama kali dikau di
jalan ? Macam mana pula, haduh ? Macet kah ? Hahahahaha “ ledekku.
“ Tau tuh, gara gara si ian “
kata Naldo.
“ Ya, udah aku mau ke rumah
dulu kalian tunggu di sini “ seruku.
“ Mil, ikut “ seru LExa
Kami segera berjalan meninggalkan ketiga teman
lelakiku. Kami berjalan ke rumah. Di
depan rumah aku kembali bertemu dengan potongan kisah masa laluku.
“ Mil, punya siapa ?” tanya
Lexa
“ Gak ada yang punya, Cuma
suka ke sini jadi yaa, suka di kasih makan. Gendong aja. Namanya Kitty “ kataku
menyuruh lexa menggendong kucing tadi.
Kami bertiga masuk ke dalam
rumah. Aku segera mengambil nampan dan bahan bahan untuk membuat susu soda dan
... makanan kucing. Memang sebelum ke sini aku sudah mempersiapkan makanan
kucing.
“ Lex, ayo “ ajakku
“ Oke “ balasnya sambil
kembali menggendong Kitty.
Kami segera keluar dari
rumah, dan tentunya sendal kami pakai kembali.
***
“ Fan, enakeun ya tempanya,
pemandangannya bagus lagi “ kata Naldo sambil mengarahkan pandangannya ke
segala arah dan berlagak seperti seorang fotografer yang hendak mencari angel.
“ Iya, do. Keren banget, adem
lagi. “ Balas Irfan yang langsung merebahkan tubuhnya di lantai saung yang
terbuat dari kayu. Sedangkan Ian bersandar pada tiang di pojok saung.
“ Guys, temen kita nambah
satu loh “ seruku dari jauh.
“ Kaya suara si Emil “ seru
Irfan, dan langsung menengok ke arah ku.
Aku dan Lexa mempercepet
langkah. Sesampainya di saung ide jahilku muncul.
“ Do, Fan, mau susu soda ?
Tuh, bikin sendiri “ seru Lexa. Sedangkan aku ganti menggendong Kitty.
Ku gendong kitty mendekati
Ian.
“ Ih, dikirain mau dibikinin
“ goda Irfan.
“ Ish!”
“ Ian... Ian... Bangun dong,
tuh ada susu soda “ rayuku, sambil menggoyang goyangkan tubuhnya yang gempal.
Sekejap ia bangun dan berteriak.
“ Mil... Gak lucu Mil “
jeritnya.
“ Ih, aku mah emang gak
ngelucu. Lagian kok kami sampe takut gitu sih sama Kitty ?” belaku sambil
mengelus kitty.
“ Mil, Nih makanannya “ seru
lexa
“ Yo, makasih ya”
Plastik pembungkus makanan
segera ku buka. Kitty sudah mengeong meminta makan. Ian dari tadi sudah geli melihat kitty.
“ Iya.. iya.. gak akan aku
suruh makan di sini kok Yan “ kataku pada ian dan menggiring kitty keluar dari
saung.
Aku kembali ke saung dan Ian
sudah normal kembali, hihihihi.
“ Gak motret mil ?” tanya
Irfan
“ Gak... gak ah males “ balasku.
“ Kok males ?” tanya Naldo
Aku naik ke pagar saung dan
berjalan.
“ Ya, males aja. Kalau mau
motret mah sok aja pake kameranya... “ kataku sambil bergelantng di tiang.
“ Mil, damang ?” tanya Lexa
Keheranan
“ Alhamdulillah, heunteu,
hahahahah “ jawabku bercanda.
“ Eh, mil kameranya di mana
?” tanya naldo
“ Cari aja ada kok di tas ...
“ jawabku yang masih bergelantung
Naldo memeriksa setiap bagian
tasku , akhirnya ia menemukan kameraku. Akupun akhirnya turun dan segera meraih
gelas yang berisi susu soda miliku dan duduk di pagar saung.
Naldo pun beraksi dengan
kameraku
“ Fan, lo tadi di terminal
motret gak ? sayang tuh, kalau gak di potret . apa lagi kalau hi “ tanyaku
“ Ada sih, tapi sedikit. Kan
kita keburu berangkat tadi” jawabnya
“ Ah, untung aku dateng lebih
cepet dari kalian jadi masih bisa take take ..... “ banggaku
“ Iya, tapi kamu tidur lebih
cepet dari kita “ ledek Ian.
Semua tertawa kecuali aku.
“ Huuh, dari pada kamu makan
mulu “
“ Biarin, weh, biar gak sakit
“ bela Ian.
“ Fan, lo bawa gitar gak ? “
tanyaku
“ Bawa, kenapa? Mau nyuruh
gue main? “ jawab Irfan dan di sambung oleh Lexa
“ Trus aku nyanyi, gitu ?”
sambungnya
“ Yoi, kaliankan udah se
paket “ balasku enteng.
“ Hah? Emang makanan pake
paket paketan segala” seru ian.
“ Ya, udah , Fan, sana ambil
gih” pintaku.
“ Ikuuut !!!!” seru Naldo.
Tak lama kemudian keduanya pun kembali dengan
membawa gitar akustik milik Irfan.
“ Mau nyanyi lagu apa, nih “ tanya Lexa
“ YANG GALAU “ seruku dan
Naldo berbarengan.
Lexa dan Irfan hanya terdiam,
kaget mungkin.
“ Sepatunya Tulus !” pinta
Ian.
“ Nah..... itu gue setuju “
seruku yang sedang mengeluarkan laptop
“ Yaaa, apa ajalah yang
penting enakeun.” Balas Naldo.
Irfan mulai memetik senar
gitarnya, ia memejamkan matanya menikmati alunan musik yang di buatnya.
Sedangakn Lexa mengetuk ngetuk lantai saung mengikuti irama. Hembusan angin
sepoi sepoi dan kicauan burung membuat atmosfirnya terasa berbeda bagiku. Dan merekapun mulai
menyanyi.
Kita adalah sepasang sepatu
Selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa
Bergerak karena kaki manusia
Aku sang sepatu kanan
Kamu sang sepatu kiri
Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya
Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya
Selalu bersama tak bisa bersatu
Kita mati bagai tak berjiwa
Bergerak karena kaki manusia
Aku sang sepatu kanan
Kamu sang sepatu kiri
Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya
Ku senang bila diajak berlari kencang
Tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan
Tapi aku takut kamu kedinginan
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apa
Terasa lengkap bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbeda
Di dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya
Dan bait terakhir kami nyanyikan bersama
Cinta memang banyak bentuknya
Mungkin tak semua bisa bersatu
“
hahahaha sampe sekarang aku masih bilang
lagu ini keren “ seruku sambil menyalakan laptop
“
iya, artinya jerooooo banget “ tambah Naldo
“
Tapi, ada satu lagu yang dari pertama di keluarin sampe sekarang aku masih
suka, gimana gitu “ tamabahku
“ Lagu
apa yaa? Hmmm... aku pernah nyanyiin gak ?” tanya Lexa
“
Pernah, deh kalau gak salah. Yang pas perpisahan kelas enam itu loh “
“
LASKAR PELANGI, NIDJI “ seru keempat temanku serempak.
“
Nah, sekarang gantian Ian yang nyanyi, “ seru Lexa
“
Yaaaah, kok saya sih?”
“
Udahlah yan, nyanyi aja “ pinta Lexa
“
Yang ngiringin?”
“
Yaaaa, Irfan” timpal Naldo.
Dan
lagu keduapun mulai di perdengarkan, irfan kambali memetik senar gitarnya
dengan lincah. Ian mulai menyanyi, dan Lexa berperan sebagai backing vocal.
Sementara Naldo membuat irama dengan tepukan tangan, dan aku duduk santai
memegang kamera dan mulai merekam.
untuk kita menaklukkan dunia
berlarilah tanpa lelah
sampai engkau meraihnya
laskar pelangi takkan terikat waktu
bebaskan mimpimu di angkasa
warna bintang di jiwa
menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersyukurlah pada Yang Kuasa
cinta kita di dunia selamanya
cinta kepada hidup
memberikan senyuman abadi
walau hidup kadang tak adil
tapi cinta lengkapi kita
laskar pelangi takkan terikat waktu
jangan berhenti mewarnai
jutaan mimpi di bumi
menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersyukurlah pada Yang Kuasa
cinta kita di dunia selamanya
menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersyukurlah pada Yang Kuasa
cinta kita di dunia selamanya
laskar pelangi takkan terikat waktu
setelah keempat temanku mempersembahkan penampilan mereka , aku pun memberikan tepuk tangan seraya berkata “ Good ! Good! Keren !”
“ Nah, sekarang tinggal
eksekusi “ seruku
“ Hah!? Eksekusi apaan ?”
tanya Ian.
“ Eheheehh... maksudnya mau ngupload
kalian, bukan mau bunuh orang kok ?” jelasku sambil membuka youtube dan movie
maker.
Setelah video ku edit
hasilnya langsung ku upload ke youtube.
Sembari ku mengupload video
lexa dan kawan kawan bernyanyi kembali, sebuah lagu yang membuat pikiranku
kembali mengingat masa lampau. Suatu hari ketika kami di satukan untuk
menghadapi masa depan yang baru. Ya,
saat acara perpisahan beberapa tahun lalu. Banyak sekali hal yang membuatku mau
mengingat lagi hari itu. Seandainya ada mesin waktu ingin sekali aku kembali ke
masa itu. Aku pun terdiam sesaat, karena panggilan Naldo membuatku terhenyak.
“ Woi, jangan ngelamun aja,
bu “
“ Eh, iya. Oh ya, udah ke
upload tinggal liat aja nanti di hp masing masing.” Kataku sambil mematikan
laptop dan menyandarka sebatang tubuhku
yang sudah mulai lelah di pojok ruangan.
Keempat kawanku sedang asik
melihat video yang baru saja ku upload. Waktu kami di sini tidak banyak besok
kami harus sudah tiba kembali di bandung sebelum pukul tiga. Ya, alasanya
gampang saja biar pulangnya gak terlalu sore dan setidaknya waktu tiga hari dua
malam ini cukup untuk melepas kangen. Setelah liburan yang sangat singkat ini
aku harus menulis, memang bisa saja aku kerjakan di sini tapi aku sedang
kehabisan ide. Tanpa sadar, mataku mulai terpejam semilir angin dan sejuknya
hawa pegunungan sangup menina bobokan ku.
“ Yeeeeh tuh , anak tidur
lagi. “ seru Irfan.
“ Si Emil cantik ya, Do kalau
lagi tidur “ goda Lexa
“ Heu euh “
“ Aaaah... cie ehem “ tambah
Ian dan Irfan
Keempatnya tergelak.
Sekejab
kemudianku terbangun dan mendapati keempat kawanku sedang tertawa.
“
Tuh, dia udah bangun “ seru Lexa.
“
Apaan, sih ?” tanyaku bingung.
“
Enggak... Enggak “ jawab Ian.
“ Ih,
Ian mah “ balasku.
“ Eh,
ke rumah yuk ! udah mau tengah hari” kataku sambil membereskan bawaanku
“ Ya,
udah yuk. “ Naldo mengiyakan
“ Yuk
atuh, saya gak mau lama lama di sini “ tambah Ian.
“
Yah, si Ian mah, gak mau lama lama teh gara gara ada kucing.” Seru Lexa sembari
berdiri.
Akhirnya
kami berlimapun kembali ke rumah. Waktu sudah menunjukan pukul setengah dua
belas.
***
Dinginnya
lantai rumah menyambut kami. Aku langsung menuju ke ruang tamu, dan duduk
merebahkan punggung yang sudah bosan menopang tas kamera yang ukurannya cukup
besar. Keempat kawanku hanya mengikuti.
“ Eh,
udah pada laper , belum? Soalnya yaa, sejam setengah lagi kita kan mau main ke
atas “ seruku
“ Ke
atas? Mau ngapain ?” tanya Lexa heran
“
Iya, mau ngapain. Tapi ngomong ngomong saya udah laper, sih” balas Ian yang
langsung di sambut ‘huuuuuh’ dari kami berempat.
“ Ya
udah, Yan, mau makan apa ?” tanyaku
“
Yang enak ajalah pokonya “ seru Ian mantap.
“ Ok
siap, seingetku makanan paling enak di dunia itu rendang tapi berhubung kita
lagi di tanah pasundan, kita ganti aja sama mie paling enak di dunia... “
“ Mie
Indomie ,kan ?” sambung Irfan
“
Yaaaaaaah.... “ Ian lesu
“
Nah, okeh... okeh .. ?” akupun langsung melesat ke dapur lalu menyiapkan panci
dan air.
Panci
ku isi dengan air aqua dan segera ku rebus. Dari lemari ku ambil lima mangkuk
dan sendok juga garpu.
Di
belakangku sudah ada Naldo dengan senyumnya ia menawarkan bantuan “ Mau
dibantuin gak ?”
“
Gak, usah makasih “ balasku
“
Bener? Ah, udah sini Naldo yang bawa “ serunya seraya mengambil benda benda tersebut
dari tanganku.
Saat
kami kembali ke dapur, di dalamnya sudah ada Ian, Lexa, dan Irfan yang sedang
sibuk .
“
Asik euy, punya asisten sampe empat gini “ seruku bercanda sambil berkacak
pinggang
“
Iyan, mau pake telor gak ?” tanyaku sambil mengambil satu panci lagi
“ Mau
“
“ Oke
... “
“
SIAP “ sambung ketiga temanku yang lain
“
...”
“ Oy,
gerimis oy “ Irfan setengah berteriak sambil menunjuk keluar jendela.
Kami
yang sedang sibuk bersamaan menoleh ke arahnya. Ian dan Naldo sedang menuangkan
bumbu ke dalam mangkuk, sedangkan Lexa sedang mengaduk mie. Dan aku merebus
telur. Lima buah telur aku pecahkan lalu kumasukan dalam panci.
Tak
perlu lama lama mie kuah dan telur setengah matang kami sudah jadi. Seperti
kebiasaanku kalau makan mie kuah pakai telor, tak lupa ku tambahkan bubuk cabai
dan kecap.
“
Makan di luar, yuk. Gerimis itu bikin rasa indomie lebih enak “ kataku sambil
membawa mangkuk berisi indomie, dan menghilang ke luar rumah.
***
Di
luar rumah udara dingin sekali. Aku lalu duduk di lantai teras dan mulai
menyantap indomie, tak beberapa lama keempat kawanku menyusul dan duduk di
teras.
Ku
pandang langit ciwidey yang kelabu penuh arti, langit bolehlah kelabu tapi
hatiku tidak kelabu. Walaupun tulisan belum juga ku selsaikan, tapi hatiku
tetap senang karena bisa berkumpul .
“
Mil, memang nanti ke atas teh mau ke mana ?” tanya Naldo
“
Twar lwagi ngwunyah “
“ ...
“
“
Nah, gini nanti di atas kita mau bikin konseptual photography. Jadi, konsepnya
tentang couple ya, jangan terlalu vulgar ya,asal ada foto buat dua orang aja “
jelasku
“
Emang buat apa gitu, Mil ?” tanya Irfan
“ YA,
proyek gue. Kan gue lagi bikin portofolio sama sekalian buat di jual “
“ Di
jual ?” Ian keheranan
“
Iya, Ian, jadi fotonya aku masukin blog buat jual beli foto trus tinggal tunggu
ada yang beli nanti kalau udah ke kumpul seratus dolar baru di klaim “
“
Oooooh...... “ balas temanku bagai koor, entah mereka mengerti sepenuhnya atau
tidak.
“
Mil, modelnya siapa ?” tanya Naldo.
“
Yaaa, siapa lagi yang bisa kita andelin selain mereka berdua ( Irfan dan Lexa )
“
“ LoH
?! “ keduanya kaget
“
Plis lah! Nanti kalau kejual kalian dapet komisi, okeh ? okeh ? “
Sekejab
semuanya hening, yang terdengar hanyalah suara sendok dan garpu beradu dengan
mangkuk. Gerimis masih berlanjut, samar samar cahaya mentari mengintip di balik
kelabunya awan. Dinginnya udara beradu dengan kehangatan yang ku rasakan
bersama mereka.
“
Masuk,yuk dingin nih lama lama di luar “ Lexa memecah keheningan
“ Ya
udah atuh sekalian siap siap “ kataku mengiyakan.
Kami
berlima kembali ke rumah, tak lupa alat makan kami bawa kembali dan menaruhnya
di bak cuci piring.
Teleponku
berdering – ada panggilan masuk.
Komentar
Posting Komentar
Nama :
E-mail :