5 Sahabat 3 Cinta 1 Dunia Part 1
mesin mobil L300 yang sejak tadiku tunpangi terus menderu , membawaku semakiin dekat dengan tujuan. padahal dalam kenyataanya aku sudah berada di alam mimpi sejak masuk daerah kopo katapang.
"nih, anak pules amat tidurnya. padahal mobilnya dari tadi kebut kebutan mulu ..." seru Irfan .
"Cape mungkin dia... lo inget gak dia tuh kan udah nyiapin semua seluk beluk perjalanan kita" kata Lexa mengingatkan.
"iya juga ya, dari pada si ian dari tadi makan mulu..." kata irfan sambil menyikut tubuh Ian.
"Heheheh... lah saya sih mesih mending lah dia.. " bela ian sambil menunjuk ke arah Naldo
"Apaan sih,ian?"
"alah, gak usah boong gitulah... " kata ian menyindir
"Boong apaan?"
"Udah.. ah ..udah mending tidur yuk" bela lexa
"Iya.. tuh daripada ribut" tambah irfan
"Iih.. ribut mah bapanya ais"
"udah ah, do ."
semua akhirnya terlelap. mobil yang kami tumpangi sudah memasuki ibukota kabupaten bendung yaitu soreang.
***
setelah melewati rsud aku terbangun.
seingatku tadi aku gak pake jaket deh? warna ... mereknya ... ahh aku inget ini jaket naldo. batinku
kulipat jaket tersebut dan menaruhnya dipangkuan sang pemilik dihadapanku. perjalanan kami kalau di bilang masih cukup jauh. aku pun mengambil headset dan hpku juga buku dairy. ku nyalakan hp ku dan mulai mendengarka lagu. dairy kutaruh di pangkuanku dan aku mulai menulis.
dear dairy,
angan2ku beberapa tahun yang lalu akhirnya terlakasana. aku dan empat kawanku akhirnya ada di sini di tanah pasundan yang sejuk,indah, dan ramah. walaupun aku tinggal di bandung, bagiku ciwidey adalah dimensi yang berbeda. ritme kehidupan disini rasanya lebih lambat. succi, entah kenapa sejak pertama kali bertemunya di kelas enam ada yang berbeda di hatiku tiap kali melihatnya. jantungku berdegup kencang, kadang aku tak sanggup untuk menatap matanya. bagiku dia lebih dari hanya sekedar teman dekat. kami berlima sudah terlalu dekat. sejak di kelas enam kami sanggat sulit dipisahkan, kami ini teman dekat juga saingan ketat. rahasia masing2 sudah menjadi bukan rahasia lagi bagi kami. hancur2nya masing2 sudah kami ketahui. melupakan mereka adalah tantangan terbesar bagiku. mendenagar suara mereka adalah salah satu peratas gundah kala kami tak bisa bertatap muka. succi, aku tak pernah tahu... kita tak pernah tahu.. apa isi hati manusia. succi aku takut mengatakannya, aku malu mengatakannya. succi semoga ada jalan nantinya...
alunan lagu teman hidup milik tulus menemaniku menulis dairy. beberapa tahun yang lalu saat kami berlima berpisah hatiku galau, tapi ternyata di jenjang selanjutnya aku mendapatkan pengganti mereka. dan sekarang aku bertemu lagi dengan mereka. teman teman lamaku yang pernah hilang. bertemu kembali dengan mereka rasanya seperti menemukan harta yang hilang. tak bisa di ucapakn, tapi bisa dirasakan.
di mobil ini hanya ada kami berlima dan seorang supir. minibus ini sengaja di carter oleh supirku - mungkin teman dekatnya. aku mulai bosan dengan keadaan mobil yang hening. akhirnya aku mulai membuka percakapan
"pak,kira kira nanti dari pasir jambu ke ranca bali bapak bisa nganter gak?" tanyaku
"bisa aja sih neng." jawab sang supir
"Oh, gitu toh pak. kalau ke situ pateang bisa pak?" tanyaku lagi
"Bisa, neng. nanti ngebel aja ke bapa "
"oke deh pak nanti saya minta kontak bapa aja ya"seruku
setelah aku selesai bercakap cakap dengan supir minibus, irfan terbangun.
"Nyampe mana,mil?" tanya irfan.
"Nyampe ke surganya tukang poto keliling" candaku, pada kenyataanya itu benar diluar mobil pemandangan sangatlah indah.
"Baleg,ih"
"Ih,baleg. masih dijalan aku juga gak tau apa namanya."
aku mengabil pasmina ditas dan melilitkannya di leher. dari tas selempang aku keluarkan kamera.
"mau ngapain mil?"
"Mau ee.."
"mulai deh si emil mau beraksi" kata irfan , yang juga ikut ikutan ngeluarin kamera dari tasnya.
jendela mobil kubuka. lensa kamera aku biarkan keluar dari mobil. kamera aku set ke pengaturan tv. speed aku atur di 1/50 aku sengaja ingin membuat efek panning. sesekali aku iseng memotret tiga temanku yang sedang terlelap.
"mil, kerjain yuk mereka bertiga" ajak irfan
"ayuk, rame tuh"
"lu bawa selotip sama gunting gak ?"
"Tar, fan .. bawa kayanya" kataku sambil memberikan kamera pada irfan dan mengambil selotip dan gunting di tas.
"Wuidih, selotip item euy..."
"iya dong biar gereget... hahaha"
'' stt, gini kita ...... bla bla bla bla bla .......
"Oke juga ide lo, ayo beraksi"
kami berdua pun beraksi.
"Siap, fan " kataku sambil menempatkan jari di shutter dan menutup mata
"Siap..;
"Satu... dua... " seruku sambil memejamkan mata
"TIGA " sambung irfan . kami berdua menekan rana. sekejab semua menjadi putih, kami pun tertawa puas. tiga teman ku yang tadinya terlelap kini terbangun dengan wajah kaget.
" Apaan sih, gak lucu tau " seru lexa
" iya, iih lagi enak mimpi tau " tambah ian
" maaf, yoy.. sengaja pengen ngerjain kalian ... hahahahah " belaku
" iya,... hahahah.. keren ya mil ! " seru irfan dan mengajakku ber hi five
" mil , masih lama ?" tanya naldo
" gak, tuh." kataku sambil mengeluarkan kepala lewat jendela. aku biarkan angin membelai wajahku, membiarkannya menerbangkan rambutku. ku pejamkan mata. sebuah atmosfer yang tak pernah aku rasakan, walaupun raga jauh dari rumah tapi hatiku rasanya telah menemukan rumah yang lain.
" yan, masih punya makanan ?" tanya irfan
" Masih, fan. mau ?" tawar ian
kami mengangguk. makan bersama mereka, membuatku mengingat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu. saat acara perpisahan adalah kali terakhir kami makan bersama.
" fan , misi.. fan "
" mau ngapain lagi mil ?"
" mau loncat.." kataku sambil memegang pegangan di dekat pintu dan mengeluarkan kepala ,lagi.
" emil .. !''
" Apa?"
" jangan loncat..."
" Eh.. eh... siapa lagi yang mau loncat.. orang udah nyampe da eh "
" yo, cepet turun.. " kataku, sembari berjalan ke tempat duduk paling pojok untuk mengambil tas dan bawaan ku yang lain.
setelah bawaan di tangan aku lekas turun dari mobil , aku berjalan ke dekat pintu supir.
" nih, pak ongkosnya " kataku sambil menyerahkan amplop putoh yang di beri orang tua ku.
" ya, neng. nih, kalo ada perlu lagi nih ngebel aja ke nomor ini . " balas sang supir.
" ok, siap"
mobil pun meninggalkan kami. jalan raya di sini satu, sisinya cukup lebar, dua banyak kendaraan, tiga semuanya ngebut, dan empat aku gak bis nyebrang.
" nah, gimana mil ? " tanya ian
" aduh gimana ya, bilangnya ? "
" emang kenapa gitu mil ?" tanya naldo
" oke.. oke.. ada yang bisa nyebrang ?" tanyaku
" bilang napa dari tadi, mil ?" seru lexa
" heheheh... ya udah. “
" Ya udah, hitungan ketiga pengang tangan orang di sebelah, trus langsung nyebrang okeh?" tambahku.
semua mengangguk.
" satu... dua.. tiga.."
kami berlima berhasil menyebranginya.
" mil , rumahnya mana ?" tanya naldo
" tar, ya,... huft... huft.. "
" kalo gak lupa sih gak jauh dari sini ,
"ooh..." balas keempat temanku bagai koor.
setitik mataku terpaku pada suatu tempat, flashback ingatan masa kecilku bermunculan. aha... aku tahu
" oy, aku udah inget! tapi hati hati yes !" seru ku
aku berjalan ke sebuah gang kecil, yang hanya muat untuk dilalui oleh satu orang saja, sebab setengah dari jalan tersebut adalah saluran air. dindingnya di tumbuhi lumut, sebagian dipenuhi grafiti tak menentu. tak jauh dari jalan masuk ada sebuah rumah berpagar hijau - rumah milik adik kakekku. aku berbelok ke rumah tersebut. keempat temanku saling berpandangan bingung.
akupun mengetuk pintu rumah tersebut. Dari rumah tersebut keluar seorang nenek bertubuh lebih pendek dariku. Akupun langsung menyalaminya.
“ har, udah nyampe lagi, geuning” serunya sambil terkekeh.
“ iya nin, da di jalannya juga gak macet.”
“ sama siapa aja ke sininya ? mamah gak ikut ?”
“ enggak, teteh sama temen temen aja.”
“ Ai, mas imam gak ikut ?’
“ enggak, da tadi naik angkutan umum. Oh ya, nin kalau kunci kunci rumah ada di enin gak ?”
“ Eh, da semuanya udah pada di buka bukain kuncinya sama ki atang, paling juga ngegantung di pintu”
“ oooh, ya udah atuh nin, teteh mo ke rumah dulu...”
“ ya, udah. Mening istirahat”
Akupun berpamitan, keempat temanku tanpa aba aba berbarengan membungkukan tubuh dan tersenyum. Keluar dari rumah tadi, aku berbelok kiri dan berjalan beberapa langkah sebelum sampai di sebuah rumah yang tadi aku bicarakan.
Aku dorong pagar hitam rumah tersebut. Tepat dipintu rumah itu tergantung banyak sekali anak kunci.
Di teras aku lalu duduk dan menghela nafas, sepatu segera ku lepas. Keempat temanku melakukan hal yang sama.
Sambil menunggu keempat temanku aku duduk di sebuah kursi , kursi ini masih ada di tempat yang persis sama dengan yang beberapa tahun lalu aku lihat.
“ gila,lu mil kita jadi liburan murmer.” Seru irfan
“ yoi, emil gituloh.”
“ habis ini mau ke mana lagi, mil ?” tanya naldo
“ ke... tempat tidur.”
“HAH?!”
“ ampun deh, emangnya dari dulu kalian gak pernah berubah, pikirannya masih gitu... ckckck.. “
“ maksudnya istirahat ?” lexa menterjemahkan.
“ oooh, bilang dong dari tadi “ seru ketiga teman lelakiku.
“ masuk, yuk” ajakku.
Kami berlima pun masuk kedalam rumah. Lantai yang sama dengan tekstur yang sama, udara dingin yang sama, semuanya sama. Yang berbeda hanyalah orang orang yang hadir menemaikku di sini.
“ kalau mau istirahat pake yang cowo pake kamar yang kiri, lex , kita di kamar yang sebelah kanan” seruku sambil menaruh tas di atas sofa di ruang tv.
Aku lalu berjalan ke dapur mencuci tangan dan mencuci muka. Keluar dari dapur aku berjalan ke arah tempat mencuci piring, kucuci kaki yang sejak tadi dibungkus rapat sepatu. Airnya masih sama – dingin.
“mil.. mil.. “ panggil naldo yang tiba tiba ada di belakangku.
“ yo!” jawabku tanpa menoleh
“ kasurnya Cuma ada dua “ lapornya
Aku menepok jidat. “Oh, iya.. makasih udah ngingetin. “ aku langsung berdiri dan mengeringkan kaki.
“ ya udah, yuk.”
Kami berdua bergegas ke kamar nya.
“ nih, kasur kan numpuk, berarti ada salah satu yang bakal tidur di situ okeh? Aku mau beres beres dulu.”
Ketiga lelaki tersebut mengacungkan jempol.
Aku langsung membawa tas yang kubawa ke kamar. Di dalamnya ada lexa yang sedang melihat keluar jendela.
“ nagapain, lex ?” tanyaku
“ eheheeheh... mil?”
“ yo “
“ tamannya masih punya kakek kamu ?”
“ kenapa memangnya, mo ke sana ?” tanyaku
Ia mengangguk
“ yo wes, ayo tapi ganti baju dulu”
Kami langsung mengganti baju.
Setelah itu kami keluar dari kamar. Sedangkan ketiga teman lelakiku sedang asik tidur tiduran di kasur.
“ lex , sambil makan enak kayanya “ seruku
“ iya, juga ya. “
“ bikin apa ya, yang enak ?”
“ spageti atau piza , gimana ?”
“ yee, gak ada microwave apan disini mah?”
“ iya, juga ya “
“ bikin es campur gimana? Atau minuman aja?”
“ bikin susu soda !!! “
“ okeh “
Kami berdua berjalan ke dapur. Menyiapkan gelas dan es batu. Dari kulkas ku mengambil sebotol besar soda dan sekaleng susu kental manis.
“ mo bikin buat berdua atau gimana?” tanya lexa
“ buat berdua aja, nanti kita sisain bahannya buat yang cowo suruh bikin sendiri.”
“ oke, siap “
“ geleuh lex, jadi inget sama si kinan”
“ hahahahah, iya si oke siap.. jadi kangen juga sama dia”
“ Nah, udah jadi nih” seruku.
“ lex, lo duluan aja ke lorong yang ada pintu besi, nah, aku nitip gelas oke. Aku nyusul”
“ mau ngapain emang?”
“ mo nulis surat dulu..”
“ oke, siap” balasnya sambil mengacungkaqn jempol.
Kalau mau susu soda bikin aja sendiri.
Kt d somewhere. Sebelah rumah.
-Emil-
Setelah menulis surat itu aku langsung berjalan ketempat lexa berada.
“ lex, ayo lex ” kataku sambil membuka selot pintu besi dengan perlahan. Aku dan lexa lalu keluar.
Di luar rumah aku berjalan berjingkat. Setelah itu berjalan ke pagar , untunglah masih di buka.
“ mil ...” panggil lexa
Aku langsung menyumpal mulutnya dengan tangan.
“ stttt”
Kami keluar dari rumah. Dan berjalan ke arah kiri, menuju sebuah pagar lagi.
“ mil, kok gak pake sendal?”
“ tenang dulu , kita masuk baru aku kasih tau”
“ mil, gelasnya”
“ oh, iya, makasih yo masuk” ajaku setelah berhasil membuka pintu, dan langsung ku tutup lagi.
Aku berlari ke sebuah saung yang letaknya lebih tinggi dari tempat kami berpijak.
“ huft, ini baru beda” seruku
“ enakeun banget mil “
“ yoi lah, padahal tadinya mau ngajakin kalian ke sini tuh pas kelas enam. Taunya, gak sempet ya udah deh, baru inget beberapa minggu lalu.”
***
“ fan , laper, fan. “ kata ian memelas.
“ yeee, jangan bilang sama saya dong, sana bilang sama si emil”
“ ya, tapi di mana dianya ?”
“ eh, sadar gak dari tadi kayanya sepi banget “ seru naldo
Handphone irfan bergetar, ada panggilan masuk.
“ siapa fan ?” tanya naldo
“ si emil “
emil & lexa : HALOOOO....
irfan : ya, halo, kalian di mana ?
emil : di hatimu....
Semua tertawa
irfan : baleg ih !
lexa : di dapur
Setelah itu lexa memutuskan panggilan.
Aku dan lexa ber hi- five.
***
irfan, ian, dan naldo berjalan ke dapur. Tapi mereka tidak meemukan ku dan lexa – tentu saja tidak akan.
“ fan, ada surat” seru naldo
“ wah, iya. Berarti mereka tadi di sini”
“ tapi, masa cepet gitu pindahnya..” timpal ian.
“ do .. apa isinya “ tanya irfan
“ kalau mau susu soda bikin aja sendiri..”
“ susu soda?” irfan keheranan
“ ish, tar dulu fan belum beres . kita ada di somewhere, sebelah rumah. Ttd emil” lanjut naldo
“ di rumah sebelah” seru ian
“ ya, udah ayo” ajak irfan.
Mereka bertiga segera berlari keluar rumah dan berjalan ke arah rumah yang pertama mereka datangi, tetapi di depan teras rumah tersebut tidak ada sandal milik ke duanya- tentu saja, keduanya kan gak pake sendal.
Ketiganya langsung berpandangan.
“ Iannnnn “ seru naldo dan irfan
“ ya, jangan salahin saya juga. Kan Cuma mungkin” bela ian
bersambung...
"nih, anak pules amat tidurnya. padahal mobilnya dari tadi kebut kebutan mulu ..." seru Irfan .
"Cape mungkin dia... lo inget gak dia tuh kan udah nyiapin semua seluk beluk perjalanan kita" kata Lexa mengingatkan.
"iya juga ya, dari pada si ian dari tadi makan mulu..." kata irfan sambil menyikut tubuh Ian.
"Heheheh... lah saya sih mesih mending lah dia.. " bela ian sambil menunjuk ke arah Naldo
"Apaan sih,ian?"
"alah, gak usah boong gitulah... " kata ian menyindir
"Boong apaan?"
"Udah.. ah ..udah mending tidur yuk" bela lexa
"Iya.. tuh daripada ribut" tambah irfan
"Iih.. ribut mah bapanya ais"
"udah ah, do ."
semua akhirnya terlelap. mobil yang kami tumpangi sudah memasuki ibukota kabupaten bendung yaitu soreang.
***
setelah melewati rsud aku terbangun.
seingatku tadi aku gak pake jaket deh? warna ... mereknya ... ahh aku inget ini jaket naldo. batinku
kulipat jaket tersebut dan menaruhnya dipangkuan sang pemilik dihadapanku. perjalanan kami kalau di bilang masih cukup jauh. aku pun mengambil headset dan hpku juga buku dairy. ku nyalakan hp ku dan mulai mendengarka lagu. dairy kutaruh di pangkuanku dan aku mulai menulis.
dear dairy,
angan2ku beberapa tahun yang lalu akhirnya terlakasana. aku dan empat kawanku akhirnya ada di sini di tanah pasundan yang sejuk,indah, dan ramah. walaupun aku tinggal di bandung, bagiku ciwidey adalah dimensi yang berbeda. ritme kehidupan disini rasanya lebih lambat. succi, entah kenapa sejak pertama kali bertemunya di kelas enam ada yang berbeda di hatiku tiap kali melihatnya. jantungku berdegup kencang, kadang aku tak sanggup untuk menatap matanya. bagiku dia lebih dari hanya sekedar teman dekat. kami berlima sudah terlalu dekat. sejak di kelas enam kami sanggat sulit dipisahkan, kami ini teman dekat juga saingan ketat. rahasia masing2 sudah menjadi bukan rahasia lagi bagi kami. hancur2nya masing2 sudah kami ketahui. melupakan mereka adalah tantangan terbesar bagiku. mendenagar suara mereka adalah salah satu peratas gundah kala kami tak bisa bertatap muka. succi, aku tak pernah tahu... kita tak pernah tahu.. apa isi hati manusia. succi aku takut mengatakannya, aku malu mengatakannya. succi semoga ada jalan nantinya...
alunan lagu teman hidup milik tulus menemaniku menulis dairy. beberapa tahun yang lalu saat kami berlima berpisah hatiku galau, tapi ternyata di jenjang selanjutnya aku mendapatkan pengganti mereka. dan sekarang aku bertemu lagi dengan mereka. teman teman lamaku yang pernah hilang. bertemu kembali dengan mereka rasanya seperti menemukan harta yang hilang. tak bisa di ucapakn, tapi bisa dirasakan.
di mobil ini hanya ada kami berlima dan seorang supir. minibus ini sengaja di carter oleh supirku - mungkin teman dekatnya. aku mulai bosan dengan keadaan mobil yang hening. akhirnya aku mulai membuka percakapan
"pak,kira kira nanti dari pasir jambu ke ranca bali bapak bisa nganter gak?" tanyaku
"bisa aja sih neng." jawab sang supir
"Oh, gitu toh pak. kalau ke situ pateang bisa pak?" tanyaku lagi
"Bisa, neng. nanti ngebel aja ke bapa "
"oke deh pak nanti saya minta kontak bapa aja ya"seruku
setelah aku selesai bercakap cakap dengan supir minibus, irfan terbangun.
"Nyampe mana,mil?" tanya irfan.
"Nyampe ke surganya tukang poto keliling" candaku, pada kenyataanya itu benar diluar mobil pemandangan sangatlah indah.
"Baleg,ih"
"Ih,baleg. masih dijalan aku juga gak tau apa namanya."
aku mengabil pasmina ditas dan melilitkannya di leher. dari tas selempang aku keluarkan kamera.
"mau ngapain mil?"
"Mau ee.."
"mulai deh si emil mau beraksi" kata irfan , yang juga ikut ikutan ngeluarin kamera dari tasnya.
jendela mobil kubuka. lensa kamera aku biarkan keluar dari mobil. kamera aku set ke pengaturan tv. speed aku atur di 1/50 aku sengaja ingin membuat efek panning. sesekali aku iseng memotret tiga temanku yang sedang terlelap.
"mil, kerjain yuk mereka bertiga" ajak irfan
"ayuk, rame tuh"
"lu bawa selotip sama gunting gak ?"
"Tar, fan .. bawa kayanya" kataku sambil memberikan kamera pada irfan dan mengambil selotip dan gunting di tas.
"Wuidih, selotip item euy..."
"iya dong biar gereget... hahaha"
'' stt, gini kita ...... bla bla bla bla bla .......
"Oke juga ide lo, ayo beraksi"
kami berdua pun beraksi.
"Siap, fan " kataku sambil menempatkan jari di shutter dan menutup mata
"Siap..;
"Satu... dua... " seruku sambil memejamkan mata
"TIGA " sambung irfan . kami berdua menekan rana. sekejab semua menjadi putih, kami pun tertawa puas. tiga teman ku yang tadinya terlelap kini terbangun dengan wajah kaget.
" Apaan sih, gak lucu tau " seru lexa
" iya, iih lagi enak mimpi tau " tambah ian
" maaf, yoy.. sengaja pengen ngerjain kalian ... hahahahah " belaku
" iya,... hahahah.. keren ya mil ! " seru irfan dan mengajakku ber hi five
" mil , masih lama ?" tanya naldo
" gak, tuh." kataku sambil mengeluarkan kepala lewat jendela. aku biarkan angin membelai wajahku, membiarkannya menerbangkan rambutku. ku pejamkan mata. sebuah atmosfer yang tak pernah aku rasakan, walaupun raga jauh dari rumah tapi hatiku rasanya telah menemukan rumah yang lain.
" yan, masih punya makanan ?" tanya irfan
" Masih, fan. mau ?" tawar ian
kami mengangguk. makan bersama mereka, membuatku mengingat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu. saat acara perpisahan adalah kali terakhir kami makan bersama.
" fan , misi.. fan "
" mau ngapain lagi mil ?"
" mau loncat.." kataku sambil memegang pegangan di dekat pintu dan mengeluarkan kepala ,lagi.
" emil .. !''
" Apa?"
" jangan loncat..."
" Eh.. eh... siapa lagi yang mau loncat.. orang udah nyampe da eh "
" yo, cepet turun.. " kataku, sembari berjalan ke tempat duduk paling pojok untuk mengambil tas dan bawaan ku yang lain.
setelah bawaan di tangan aku lekas turun dari mobil , aku berjalan ke dekat pintu supir.
" nih, pak ongkosnya " kataku sambil menyerahkan amplop putoh yang di beri orang tua ku.
" ya, neng. nih, kalo ada perlu lagi nih ngebel aja ke nomor ini . " balas sang supir.
" ok, siap"
mobil pun meninggalkan kami. jalan raya di sini satu, sisinya cukup lebar, dua banyak kendaraan, tiga semuanya ngebut, dan empat aku gak bis nyebrang.
" nah, gimana mil ? " tanya ian
" aduh gimana ya, bilangnya ? "
" emang kenapa gitu mil ?" tanya naldo
" oke.. oke.. ada yang bisa nyebrang ?" tanyaku
" bilang napa dari tadi, mil ?" seru lexa
" heheheh... ya udah. “
" Ya udah, hitungan ketiga pengang tangan orang di sebelah, trus langsung nyebrang okeh?" tambahku.
semua mengangguk.
" satu... dua.. tiga.."
kami berlima berhasil menyebranginya.
" mil , rumahnya mana ?" tanya naldo
" tar, ya,... huft... huft.. "
" kalo gak lupa sih gak jauh dari sini ,
"ooh..." balas keempat temanku bagai koor.
setitik mataku terpaku pada suatu tempat, flashback ingatan masa kecilku bermunculan. aha... aku tahu
" oy, aku udah inget! tapi hati hati yes !" seru ku
aku berjalan ke sebuah gang kecil, yang hanya muat untuk dilalui oleh satu orang saja, sebab setengah dari jalan tersebut adalah saluran air. dindingnya di tumbuhi lumut, sebagian dipenuhi grafiti tak menentu. tak jauh dari jalan masuk ada sebuah rumah berpagar hijau - rumah milik adik kakekku. aku berbelok ke rumah tersebut. keempat temanku saling berpandangan bingung.
akupun mengetuk pintu rumah tersebut. Dari rumah tersebut keluar seorang nenek bertubuh lebih pendek dariku. Akupun langsung menyalaminya.
“ har, udah nyampe lagi, geuning” serunya sambil terkekeh.
“ iya nin, da di jalannya juga gak macet.”
“ sama siapa aja ke sininya ? mamah gak ikut ?”
“ enggak, teteh sama temen temen aja.”
“ Ai, mas imam gak ikut ?’
“ enggak, da tadi naik angkutan umum. Oh ya, nin kalau kunci kunci rumah ada di enin gak ?”
“ Eh, da semuanya udah pada di buka bukain kuncinya sama ki atang, paling juga ngegantung di pintu”
“ oooh, ya udah atuh nin, teteh mo ke rumah dulu...”
“ ya, udah. Mening istirahat”
Akupun berpamitan, keempat temanku tanpa aba aba berbarengan membungkukan tubuh dan tersenyum. Keluar dari rumah tadi, aku berbelok kiri dan berjalan beberapa langkah sebelum sampai di sebuah rumah yang tadi aku bicarakan.
Aku dorong pagar hitam rumah tersebut. Tepat dipintu rumah itu tergantung banyak sekali anak kunci.
Di teras aku lalu duduk dan menghela nafas, sepatu segera ku lepas. Keempat temanku melakukan hal yang sama.
Sambil menunggu keempat temanku aku duduk di sebuah kursi , kursi ini masih ada di tempat yang persis sama dengan yang beberapa tahun lalu aku lihat.
“ gila,lu mil kita jadi liburan murmer.” Seru irfan
“ yoi, emil gituloh.”
“ habis ini mau ke mana lagi, mil ?” tanya naldo
“ ke... tempat tidur.”
“HAH?!”
“ ampun deh, emangnya dari dulu kalian gak pernah berubah, pikirannya masih gitu... ckckck.. “
“ maksudnya istirahat ?” lexa menterjemahkan.
“ oooh, bilang dong dari tadi “ seru ketiga teman lelakiku.
“ masuk, yuk” ajakku.
Kami berlima pun masuk kedalam rumah. Lantai yang sama dengan tekstur yang sama, udara dingin yang sama, semuanya sama. Yang berbeda hanyalah orang orang yang hadir menemaikku di sini.
“ kalau mau istirahat pake yang cowo pake kamar yang kiri, lex , kita di kamar yang sebelah kanan” seruku sambil menaruh tas di atas sofa di ruang tv.
Aku lalu berjalan ke dapur mencuci tangan dan mencuci muka. Keluar dari dapur aku berjalan ke arah tempat mencuci piring, kucuci kaki yang sejak tadi dibungkus rapat sepatu. Airnya masih sama – dingin.
“mil.. mil.. “ panggil naldo yang tiba tiba ada di belakangku.
“ yo!” jawabku tanpa menoleh
“ kasurnya Cuma ada dua “ lapornya
Aku menepok jidat. “Oh, iya.. makasih udah ngingetin. “ aku langsung berdiri dan mengeringkan kaki.
“ ya udah, yuk.”
Kami berdua bergegas ke kamar nya.
“ nih, kasur kan numpuk, berarti ada salah satu yang bakal tidur di situ okeh? Aku mau beres beres dulu.”
Ketiga lelaki tersebut mengacungkan jempol.
Aku langsung membawa tas yang kubawa ke kamar. Di dalamnya ada lexa yang sedang melihat keluar jendela.
“ nagapain, lex ?” tanyaku
“ eheheeheh... mil?”
“ yo “
“ tamannya masih punya kakek kamu ?”
“ kenapa memangnya, mo ke sana ?” tanyaku
Ia mengangguk
“ yo wes, ayo tapi ganti baju dulu”
Kami langsung mengganti baju.
Setelah itu kami keluar dari kamar. Sedangkan ketiga teman lelakiku sedang asik tidur tiduran di kasur.
“ lex , sambil makan enak kayanya “ seruku
“ iya, juga ya. “
“ bikin apa ya, yang enak ?”
“ spageti atau piza , gimana ?”
“ yee, gak ada microwave apan disini mah?”
“ iya, juga ya “
“ bikin es campur gimana? Atau minuman aja?”
“ bikin susu soda !!! “
“ okeh “
Kami berdua berjalan ke dapur. Menyiapkan gelas dan es batu. Dari kulkas ku mengambil sebotol besar soda dan sekaleng susu kental manis.
“ mo bikin buat berdua atau gimana?” tanya lexa
“ buat berdua aja, nanti kita sisain bahannya buat yang cowo suruh bikin sendiri.”
“ oke, siap “
“ geleuh lex, jadi inget sama si kinan”
“ hahahahah, iya si oke siap.. jadi kangen juga sama dia”
“ Nah, udah jadi nih” seruku.
“ lex, lo duluan aja ke lorong yang ada pintu besi, nah, aku nitip gelas oke. Aku nyusul”
“ mau ngapain emang?”
“ mo nulis surat dulu..”
“ oke, siap” balasnya sambil mengacungkaqn jempol.
Kalau mau susu soda bikin aja sendiri.
Kt d somewhere. Sebelah rumah.
-Emil-
Setelah menulis surat itu aku langsung berjalan ketempat lexa berada.
“ lex, ayo lex ” kataku sambil membuka selot pintu besi dengan perlahan. Aku dan lexa lalu keluar.
Di luar rumah aku berjalan berjingkat. Setelah itu berjalan ke pagar , untunglah masih di buka.
“ mil ...” panggil lexa
Aku langsung menyumpal mulutnya dengan tangan.
“ stttt”
Kami keluar dari rumah. Dan berjalan ke arah kiri, menuju sebuah pagar lagi.
“ mil, kok gak pake sendal?”
“ tenang dulu , kita masuk baru aku kasih tau”
“ mil, gelasnya”
“ oh, iya, makasih yo masuk” ajaku setelah berhasil membuka pintu, dan langsung ku tutup lagi.
Aku berlari ke sebuah saung yang letaknya lebih tinggi dari tempat kami berpijak.
“ huft, ini baru beda” seruku
“ enakeun banget mil “
“ yoi lah, padahal tadinya mau ngajakin kalian ke sini tuh pas kelas enam. Taunya, gak sempet ya udah deh, baru inget beberapa minggu lalu.”
***
“ fan , laper, fan. “ kata ian memelas.
“ yeee, jangan bilang sama saya dong, sana bilang sama si emil”
“ ya, tapi di mana dianya ?”
“ eh, sadar gak dari tadi kayanya sepi banget “ seru naldo
Handphone irfan bergetar, ada panggilan masuk.
“ siapa fan ?” tanya naldo
“ si emil “
emil & lexa : HALOOOO....
irfan : ya, halo, kalian di mana ?
emil : di hatimu....
Semua tertawa
irfan : baleg ih !
lexa : di dapur
Setelah itu lexa memutuskan panggilan.
Aku dan lexa ber hi- five.
***
irfan, ian, dan naldo berjalan ke dapur. Tapi mereka tidak meemukan ku dan lexa – tentu saja tidak akan.
“ fan, ada surat” seru naldo
“ wah, iya. Berarti mereka tadi di sini”
“ tapi, masa cepet gitu pindahnya..” timpal ian.
“ do .. apa isinya “ tanya irfan
“ kalau mau susu soda bikin aja sendiri..”
“ susu soda?” irfan keheranan
“ ish, tar dulu fan belum beres . kita ada di somewhere, sebelah rumah. Ttd emil” lanjut naldo
“ di rumah sebelah” seru ian
“ ya, udah ayo” ajak irfan.
Mereka bertiga segera berlari keluar rumah dan berjalan ke arah rumah yang pertama mereka datangi, tetapi di depan teras rumah tersebut tidak ada sandal milik ke duanya- tentu saja, keduanya kan gak pake sendal.
Ketiganya langsung berpandangan.
“ Iannnnn “ seru naldo dan irfan
“ ya, jangan salahin saya juga. Kan Cuma mungkin” bela ian
bersambung...
Good... !
BalasHapusMantap Wa Ini Raihan R Lho!
BalasHapusMakasih, Han !!!!!
Hapus