Abstrak : Gara gara Pertamina



Hari ini hariiii... hmmm... tar hari apa sekarang? Oh ya. Hari kamis. Judulnya sih sekolah seperti biasa, jujur ya aku males banget. Tapi semales malesnya aku ga tau kenapa ga bisa jalan sante kaya orang lain. Ngebut. Zeet. Zeet. Zeet. Wush. Yaa gitulah.
Antara ngantuk dan dingin aku berjalan dengan tempo cepat. Samar samar aku mendengar pengumuman. Kepada mang Ade di tunggu di sumber suara, ada tamu dari pertamina.
Mataku yang asalnya tinggal 5watt langsung nyalang. Kalau ada tamu kemungkinan besar bakal ada jam kosong alias gak belajar. Huhuy. Aku akhirnya memutuskan untuk berlari ke lantai 2. Kelasku.
Napasku terengah engah sesampainya di atas.
Huft.
"Ku naon atuh ceu?" Tanya Aurum.
"Ehehe, gak papa. Habis lari aja." Aku lalu masuk ke kelas.
Seperti biasa, kelasku sudah ramai meski pagi pagi. Ada yang main hp, baca novel, ngobrol, ngerjain peer, apalagi ya? Hmm... tapi ada aja yang sendirian.
"Oy, kayanya bakalan ada free class nih, hihihi." Kataku sambil berjalan ke bangkuku di sisi sebelah kanan kelas, aku berada di urutan ke 4 dari depan.
"Wah?"
"Masa?"
"Beneran nih?!"
"Ayey"
"Waduk ah."
"Iih ngapain atuh kita bawa buku beurat beurat."
Berbagai tanggapan muncul dari mulut teman temanku.
"Tapi , ga tau juga sih. Semoga aja free class." Kataku lagi.
"Heuu."
"Tong beja ateuh."
"Hehe." Aku hanya terkekeh.
Mengeluarkan diaryku. Sebuah buku setebal 200 halaman berukuran A5 dengan sampul kulit sintetis berwarna hijau daun juga lembaran lembaran tipis berwarna broken white. Melihatnya saja sudah membuatku senang.
Bel masuk berbunyi. Anak anak berhamburan masuk ke kelas. Duduk dengan rapi tapi masih di selingi cekikian. Dua puluh menit berlalu belum juga muncul sebatang hidungpun guru. Baguslah, jam kosong pikirku.
Anak anak satu kelas anteng dengan gadgetnya, ada juga yang asik ngobrol sampe ketawa keras keras. To be honest , aku muak sama keadaan kelas yang kaya begini.
Sampai akhirnya suara Bu Anna membuyarkan lamunanku. Yak, sedari tadi aku memang sedang melamun. Kepada anak anak kelas 8 juga 7 A dan B di harap berkumpul di Aula, akan ada pengarahan.
Masa bodoh dengan pengumuman kelasku malah di penuhi bisikan. Sampai akhirnya KM ku pun muak dan berteriak.
"Oyy, ke aula oyy. Cepetan bawa alat tulis!" Iya dia Abang.
Dengan malas teman teman sekelasku menuruti perintahnya. Aku membawa seperangkat alat tulis, cielah seperangkat banget. Yang pasti aku membawa buku hijauku juga handphone. Aku dan teman sekelasku lalu menuju ke aula dengan gontai, malas. Sebenernya aku senang senang saja, artinya kita bakalan ga belajar tapi malesnya itu takut kalau nanti pemateri di aula ngebosenin abis.
Di aula kami bergabung dengan puluhan siswa lainya.
Pertamina leadership sharing program
Sebuah spanduk mamprang dengan angkuh di dinding aula. Semoga ga bosenin.
Hampir 30 menit kami mendengarkan pak syamsudin dan satu lagi pak.. pak.. pak... apalah itu namanya aku tak ingat namanya, huh. Siapa peduli dengan nama. Yaa aku akui materi mereka bagus dan cara penyampaianya tepat. Tidak monoton, ga garing plus asik asik aja, mereka juga mau berinteraksi sama anak anak.
Sekarang adalah sesi tanya jawab, aku malas sekali bertanya. Paling paling muncul pertanyaan apa tindakan pertamina dalam menanggulangi lumpur lapindo? Menurut saya itu bisa jadi sumber energi terbarukan ke depannya kenapa hanya dibiarkan begitu saja?
Pertanyaan yang sangat prestisius tapi bisa menjatuhkan juga. Aku urungkan niat untuk bertanya karena bisa bisa karena pertanyaan itu satu aula memandangiku dengan nanar. Maka pertanyaan tadi aku coret dari daftar pertanyaan, so i just let my friend ask. Jujur yaa aku lagi agak males ngebahas topik tentang perminyakan walaupun penyampaianya bagus.
Bel istirahat berbunyi artinya kita udah boleh bubar. Sebenernya dari tadi bel pergantian pelajaran bunyi cuma ga kita waro aja gitu.
Aku, Aurum, Gita, Diva dan Azi memutuskan untuk keluar terakhir. Alasanya simpel kita mau selfie sama para pemateri. Mbit plis, gaje banget yega.
Ya akhirnya kita bisa selfie yeay. Tapi sebelum keluar kita di minta buat bikin video kesan pesan workshop tadi. Mereka dari sinergia, yang belakangan aku ketahui itu adalah majalah internal pertamina.
Dan terakhir sebelum kami benar benar meninggalkan aula, Aurum berteriak. "Pak Syam nanti ke kelas 7B ya!" Aku dan kawan kawan hanya terkekeh, sedangkan pak syamsudin mengacungkan jempolnya sambil ikut terkekeh.
"Ada ada aja lo" komentar Azi.
Sesampainya di kelas, teman temanku sibuk membahas acara tadi. Bukan karena materi atau apanya. Tapi karena kami dapat kesempatan free class 4 jam pelajaran sekaligus, bagus bukan?
Singkat cerita, bel masukpun berbunyi, tak lama kemudian seonggok guru IPS pun masuk dengan angkuhnya.
Tatapan malas menghatui dari mata kami semua. Tapi ia membalas dengan tatapan benci sebenci bencinya.
Ia mulai mengoceh, terus mengoceh. Membosankan, bahan bahasanya hari ini adalah tentang manusia purba. Plis deh, kita udah mempelajari ini di kelas 5 dan enam bu. Masa masih mau dipelajari lagi? Kapan mau maju?
Aku tidak terlalu berminat mendengarkan ocehanya, maka aku membuka noteku. Mencorat coret di halaman belakang. M. A. L. A. S. B. O. R. E. D.
Beberapa dari temanku ada merutuk, ada yang pergi ke toilet, tidur di kolong meja, pake headset tapi sembunyi sembunyi, ada yang mojok main hp sambil pura pura tidur malah ada yang tidur beneran kayanya.
Suku ini merupakan suku kanibal tertua di Indonesia. Ada pertanyaan? Ngarti teuuuu?
Begitu kira kira katanya, karena aku lebih fokus dengan pengumuman.
"Kepada anggota fotografi ditunggu di ruang kesiswaan, sekali lagi kepada anggota fotografi ditunggu di ruanb kesiswaan. Terima kasih."
Terdengar merdu ditelingaku. Ahay. Thank god! Thanks mr. Sarif.
Perfect timming banget, akhirnya bisa bebas dari pelajaran paling membosankan ini. Aku memberikan kode pada Azi. Lalu, ia maju ke meja guru dan meminta izin untuk keluar kelas.
"Gak, ga boleh! Nanti tunggu pelajaran ibu beres! Liat atuh si ***** bla bla bla bla. Jangan main terus bla bla bla bla. Jangan bolos pelajaran ibu bla bla bla."
Kampret emang, bukanya diijinin malah diseprot abis abisan. Gak pernah ngerti deh sama guru yang satu ini. Ckckck.
Akhirnya ia selesai memberikan materi, but wait kita belum tentu boleh keluar, dia pasti...
"Iya, tugasnya halaman bla bla bla kerjain bla bla bla"
Buat apa kasih tugas buuu, moal dinilai kan?
"Sok kalian, boleh keluar SANA!" Tadi dilarang sekarang malah diusir, dasar.
Aku dan Azi berlari ke ruang kesiswaan. Antara takut ketinggalan informasi dan juga senang bisa lolos dari pelajaran IPS.
Di ruangan berukuran tidak lebih besar dari kamarku ini sudah berkumpul beberpa anggota fotografi dan Pak Sarif di depannya. Ada Tama, Ega, Ova, Reyhan, dan entah Shiddiq atau Shidqi, aku tak tahu pasti. Di sisi lain ada Rara, Sherina, Widya, Anka, Crazy Dita, Afif, dan Lintang.
Aku dan Azi memilih untuk duduk di karpet dengan Sherina dan Rara. Ara dan Joe datang menyusul.
Pa Sarif memulai pengumumanya. Oalah, ternyata beliau meminta kami untuk memotret kegiatan besok tooh. Alhamdulillah, dapet dispensasi. Artinya kita boleh gak ikut pelajaran sampai acara selesai dilaksanakan.
Kami semua memekik kegirangan.
"Jangan lupa bawa id card." Kataku mengingatkan.
"Baru juga mau ngomong." Balas Tama yang notabenenya ketua eskul.
"Ehehe."
Kami semua kembali ke kelas masing masing.
"Sante aja kali jalanya." Cibir Azi.
"Hehe, ga bisa."
"Dasar."
"Di kelas kira kira pada ngapainya? Yakin ini mah ga ada satupun yang ngerjain tugas. Hahaha."
"Hahaha, iya juga lah ngapain. Mamihnya kan udah ga di kelas."
"Hush."
"Apa?!... eh ibu, siang bu."
"Hahaha... hahaha... hahaha... ngakak. Rasain tuh, makanya kalau ngomong di jaga apalagi depan ruang guru."
"Ada juga lo yang jaga tuh ketawa, kepanjangan." Ia membalas dengan dingin.
"Aelah, gitu juga ngambek lo."
Akhirnya kami sampai di lantai 2. Tapi aneh. Pintu kelasku tertutup dan sepi.
"Heh, kelas kita kenapa?" Tanyaku
"Kita kan sama sama baru nyampe ya mana gue tau, coba aja buka pintunya."
Aku mencoba membuka pintu tapi susah. Memang agak susah sih bukanya mungkin karena sudah 'jelek'.
Atau memang sengaja dikunci dari dalam biar kita ga bisa masuk. Ah sudahlah siapa peduli.
"Susah " kataku
"Dobrak coba."
Aku menggerakan knop pintu dan mendorongnya dengan badan, tidak terlalu keras tapi berhasil.
Seisi kelas memandangi kami berdua. Sosok Pak Syam berdiri di depan kelas, sekilas terkembang sebuah senyum.
"Silahkan duduk."
"Eh iya, Pak. Hehe." Jawabku seraya menyalaminya. Semuanya berpindah tempat duduk maju kedepan, tapi aku tidak mengerti mengapa hanya bangkuku yang kosong.
Azi nyelonong duduk di tempatku.
"Geser."
"Hehehe, nebeng ya, mba."
Pak Syam masih berdiri di depan memberikan materi motivasi.
"Gila ya si Aurum, Pak Syam jadi beneran ke kelas. Hahaha."
"Iya ya hahaha."
Krek!
Pintu kelas terkuak sedikit. Wajah pemuda 29 tahun itu muncul di ambang pintu, kali ini ia tidak bersama rekan sinergianya tetapi dengan seorang wanita muda mahasiswa ITB. Mereka datang untuk mendokumentasikan kegiatan Pak Syam, tentu saja. He got my poker face at the corner of the class, then he smiled. Aku merasa terhina. Aku tidak pernah bisa memaafkan ekspresi wajahku, tidak pernah.
Jumat pagi...
I'm so excited, yay. Pagi ini aku sudah berdiri di lapang upacara.
Senam Pagi dan Jumsih, begitu katanya. Aku lebih suka jalan jalan daripada motret hahaha. Buatku motret cuma sebagai formalitas aja karena sebenernya aku di sini cuma pengen ngadem, jam segini pasti kelas lagi sumpek puluhan kepala dipaksa berpikir padahal belum jamnya. Aku lebih suka menyebut fotografi sebagai sampingan, karena selain jadi siswa aku juga fotografer di sini. Walau kerjanya modus cari celah biar bisa keluar kelas.
"Hei, nyebar ya. Sebagian motret jumsih ya!" Seru Tama
"Siap Pak, oy ikut gue keluar." Kataku.
Aku, Azi, Dita, Afif dan Anka juga jangan lupa Lintang, kami sudah satu paket anak kelas 7 hoho. Kami berenam pindah ke jalan di depan sekolah.
Jujur sebenernya kita gak sepenuhnya motret, persis seperti yang aku bilang tadi, kita malah ngobrol sama main. Alhasil cuma dapet sedikit foto. Selesai jumsih kami berpindah lahan, kami masuk kembali ke sekolah dan menuju pendopo.
Rencananya di pendopo nanti bakal ada lomba lukis dan siangnya ada acara penutupan kegiatan. So just stay tuned here.
Tuhkan, malah ngobrol. Selain enak buat ngobrol santai atau makan siang, pendopo juga enak buat nge gadget soalnya di sini difasilitasi wi-fi yang gak kenceng amat sih tapi open source jadi siapapun bisa pake sebebasnya.
Eh, ada kontak baru di bbmku.
Arull : Hai.
Ifa : Eh, hai om.
Arull : Hahaha, jangan panggil om. Merasa tua nih, baru juga wisuda bulan kemaren.
Ifa : Ehehe, iya kak. Hahaha.
Aku terkekeh, sebenarnya jarak kita yang gak lebih dari 10 meter inikan bisa ngobrol langsung.
"Kenapa cuk?" tanya Dita
"Kaga, lucu aja."
"Euh, udah belum mindahin fotonya?"
"Kalemin, eh astaga dari tadi teh can dihurungkeun laptopna."
"Euh, elu mah cuk pantesan lama amat."
"Hahaha."
***
Udah hampir seminggu sejak acara hari jumat lalu, tapi... Ya gak ada apa apa sih sebenernya hahaha. Sumpah hari ini bosen banget dah, les baru mulai jam 3 dan sekarang baru jam dua kurang 5 menit. Untungnya di tempat lesku ada wi-fi. Oke, wi-fi every where. Enaknya ngapain ya? Download game? Update sofware?
Sepertinya yang kedua lebih baik. Karena aku punya software yang perlu di update, hahaha. Ok stop ketawanya. Ada pesan baru, paling bc, hiyah males banget.
Arull : Hei, aku lagi di selat sunda nih
Hah? Gak salah baca. Tumben nge bm
Ifa : Seriusan?
Arull : sent a photo.
Ifa : Punya pertamina?
Arull : Yoi
Ifa : Keren, jalan jalan mulu nih. Hahaha.
Arull : Haha, kan sambil kerja.
Arull : sent a photo
Arull : sent a photo
Arull : sent a photo
Ifa : Sampe ke laut gitulah, mantap
Arull : Aku lagi di kapalnya pertamina nih, gede banget hahaha
Ifa : Hahaha
*(ps: gue ngerasa percakapan kita ini rada mirip sama iklan pertamina yang di mulmed)
"Heh, lagi ngapain?" Tanya Riani tiba tiba
"Eh, bikin kaget aja."
"Hehe."
"Lagi chatting."
"Oh ya udah."
"Eh, vote cerita aku heueuh di wp. Hahaha."
"Siplah."
Aku kembali menjejali hp ku. At the point kita akhirnya malah ngomongin Bill Kovach, salah satu jurnalis yang cukup terkenal dengan karyanya 9 Elemen Jurnalistik.
****
"Jadi, menurut Bill Kovach, jurnalis itu harus independen. Sekian." bang jack menutup diskusi hari ini, bukan diskusi tapi workshop gak juga sih.
Aku terkekeh karena seketika lamunan itu tiba tiba hilang.
"Kenapa ai kamu?" tanya Azi
"Hehe, inget sesuatu, aku pernah diskusiin tentang Bill Kovach juga sebelumnya sekitar, hmm... enam atau tujuh bulan yang lalu." jawabku

Komentar

Postingan Populer